Izin Halal Kosmetik

Sertifikat Halal MUI adalah fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam. Sertifikat Halal MUI ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang

Sertifikasi Halal MUI pada produk pangan, obat-obat, kosmetika dan produk lainnya dilakukan untuk memberikan kepastian status kehalalan, sehingga dapat menenteramkan batin konsumen dalam mengkonsumsinya. Kesinambungan proses produksi halal dijamin oleh produsen dengan cara menerapkan Sistem Jaminan Halal.

  1. Memahami persyaratan sertifikasi halal dan mengikuti pelatihan SJH
  2. Menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH)
  3. Menyiapkan dokumen sertifikasi Halal
  4. Melakukan pendaftaran sertifikasi Halal (upload data)
  5. Melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi
  6. Pelaksanaan audit
  7. Melakukan monitoring pasca audit
  8. Memperoleh Sertifikat Halal

HAS 23000 adalah dokumen yang berisi persyaratan sertifikasi halal LPPOM MUI. HAS 23000 terdiri dari 2 bagian, yaitu Bagian I tentang Persyaratan Sertifikasi Halal : Kriteria Sistem Jaminan Halal (HAS 23000:1) dan Bagian (II) tentang Persyaratan Sertifikasi Halal : Kebijakan dan Prosedur (HAS 23000:2).

Bagi perusahaan yang ingin mendaftarkan sertifikasi halal ke LPPOM MUI, baik industri pengolahan (pangan, obat, kosmetika), Rumah Potong Hewan (RPH), restoran, katering, dapur, maka harus memenuhi persyaratan sertifikasi halal yang tertuang dalam dokumen HAS 23000.

  1. Kebijakan Halal
    Manajemen Puncak harus menetapkan Kebijakan Halal dan mensosialisasikan kebijakan halal kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan.

  2. Tim Manajemen Halal
    Manajemen Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang mencakup semua bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis serta memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang yang jelas.

  3. Pelatihan dan Edukasi
    Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan. Pelatihan internal harus dilaksanakan minimal setahun sekali dan pelatihan eksternal harus dilaksanakan minimal dua tahun sekali.

  4. Bahan
    Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk yang disertifikasi tidak boleh berasal dari bahan haram atau najis. Perusahaan harus mempunyai dokumen pendukung untuk semua bahan yang digunakan, kecuali bahan tidak kritis atau bahan yang dibeli secara retail.

  5. Produk
    Karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram berdasarkan fatwa MUI. Merk/nama produk yang didaftarkan tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan syariah Islam.

  6. Fasilitas Produksi
    Industri pengolahan: Fasilitas produksi harus menjamin tidak adanya kontaminasi silang dengan bahan/produk yang haram/najis. Restoran/Katering/Dapur: Dapur hanya dikhususkan untuk produksi halal, Rumah Potong Hewan (RPH): Fasilitas RPH hanya dikhususkan untuk produksi daging hewan halal

  7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis
    Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis, yaitu aktivitas pada rantai produksi yang dapat mempengaruhi status kehalalan produk.Aktivitas kritis dapat mencakup seleksi bahan baru, pembelian bahan, pemeriksaan bahan datang, formulasi produk, produksi, pencucian fasilitas produksi dan peralatan pembantu.

  8. Kemampuan Telusur (Traceability)
    Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang memenuhi kriteria (disetujui LPPOM MUI) dan diproduksi di fasilitas produksi yang memenuhi kriteria (bebas dari bahan babi/ turunannya).

  9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria
    Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang tidak memenuhi kriteria, yaitu tidak dijual ke konsumen yang mempersyaratkan produk halal dan jika terlanjur dijual maka harus ditarik.

  10. Audit Internal
    Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH. Audit internal dilakukan setidaknya enam bulan sekali dan dilaksanakan oleh auditor halal internal yang kompeten dan independen. Hasil audit internal disampaikan ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.

  11. Kaji Ulang Manajemen
    Manajemen Puncak atau wakilnya harus melakukan kaji ulang manajemen minimal satu kali dalam satu tahun, dengan tujuan untuk menilai efektifitas penerapan SJH dan merumuskan perbaikan berkelanjutan.

 

Masih ada perntanyaan?

Hubungi Kami :

0813 1360 6800

botryoherba@gmail.com